Bagaimana Kontrol Sumber Daya pada Pelayanan Publik di Indonesia selama ini?
Pernahkan Anda bertanya bagaimana kualitas ASN dalam pelayanan publik di Indonesia saat ini? Apakah sudah memenuhi harapan masyarakat? Apakah dari Pemerintah Pusat ada metode kontrol tertentu bagi ASN?
Pertanyaan tersebut merupakan hal wajar bagi masyarakat karena sebagai pelayan publik, ASN diharapkan dapat memberikan pelayanan semaksimal mungkin. Sejauh ini, kontrol atas sumber daya manusia, prosedur, sarana‐prasarana, dan mekanisme pengukuran kinerja menjadi kunci agar pelayanan publik berjalan efektif dan akuntabel.
Kontrol sumber daya dalam pelayanan publik mencakup beberapa elemen penting: pengelolaan ASN (Aparatur Sipil Negara), pengukuran kinerja layanan, alokasi dan penggunaan anggaran, sarana/prasarana, serta pemanfaatan teknologi. Pemerintah pusat telah menetapkan berbagai regulasi, seperti Undang‑Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2017 (Permen PANRB 14/2017) tentang pedoman Survei Kepuasan Masyarakat, untuk memperkuat mekanisme kontrol tersebut.
Urgensi kontrol ini semakin besar di era desentralisasi dan otonomi daerah, di mana banyak layanan publik diselenggarakan oleh unit‐unit di daerah melalui sistem pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) yang biasanya diimplementasikan oleh DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu) melalui program Mall Pelayanan Publik (MPP). Karena itulah, kontrol tidak hanya soal menjalankan layanan, tetapi juga memonitor kualitas, efektivitas, dan dampak layanan terhadap masyarakat.
ASN sebagai pelaksana utama pelayanan publik harus memiliki kompetensi, integritas, dan orientasi melayani. Pemerintah pusat melalui mekanisme SAKIP (Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) mengharuskan instansi pemerintah menyusun rencana kinerja, indikator, pemantauan, serta pelaporan capaian. Dengan demikian, ASN dan unit pelayanan publik tidak hanya “melakukan tugas” tetapi juga “diukur kinerjanya”. Selain itu, survei kepuasan masyarakat (IKM/SKM) menjadi salah satu tolok ukur eksternal terhadap persepsi publik atas pelayanan. Dengan data‐data survei, pemerintah dan daerah dapat melihat sejauh mana pelayanan publik diterima dan dirasakan oleh masyarakat.
Namun dalam praktiknya, masih ditemukan tantangan seperti: ASN yang belum memiliki kompetensi digital yang memadai, prosedur layanan yang masih rumit, sarana/prasarana yang belum memadai, serta disparitas antar daerah dalam kinerja pelayanan.
Sebagai contoh, Indeks KM di Provinsi Jawa Timur yang berlandaskan oleh Pergub Jatim No 26 Tahun 2021, tentang Pedoman Pelaksanaan Survei Kepuasan Masyarakat Pada Unit Penyelenggara Pelayanan Publik. Hasil survei IKM selama 4 tahun terakhir cenderung mengalami kenaikan. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat semakin puas terhadap layanan yang diberikan oleh pemerintah apabila pemerintah berbenah secara konstan. Terutama pada sisi pelayanan publik yang bersinggunan langsung dengan masyarakat. Semua ini menunjukkan bahwa jika pemerintah melakukan pembenahan secara konstan dan terencana, maka masyarakat akan merasakan manfaatnya dalam bentuk kepuasan terhadap layanan yang mereka terima. Pemerintah yang responsif terhadap kebutuhan dan keluhan masyarakat, serta berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan, akan mendapatkan kepercayaan dan dukungan dari warga.

Sumber: Diolah Penulis (2025)
Berdasarkan data tersebut, penting bagi pemerintah untuk tidak hanya melihat hasil survei seperti IKM sebagai indikator semata, namun juga sebagai acuan untuk terus melakukan perbaikan di berbagai aspek layanan publik yang ada. Semua pihak di pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, harus bekerja bersama untuk menjaga dan meningkatkan kualitas ini agar semakin mencerminkan kebutuhan dan harapan masyarakat yang terus berkembang.
Beberapa alasan terkait kontrol bagi SDM yang ada di Pemerintahan:
- Mengapa kontrol penting: Tanpa kontrol yang tepat atas sumber daya (ASN, anggaran, prosedur, sarana), pelayanan publik mudah menjadi tidak efisien, tidak responsif, dan tidak akuntabel. Survei IKM memberikan sinyal penting—jika masyarakat merasakan pelayanan buruk, maka kontrol sumber daya di unit layanan patut dievaluasi.
- Bagaimana kontrol berjalan: Pemerintah pusat menetapkan regulasi dan pedoman, misalnya Permen PANRB 14/2017, mengharuskan unit pelayanan publik melakukan survei kepuasan masyarakat sebagai bagian dari monitoring kinerja. Daerah kemudian menerapkan survei IKM secara rutin untuk unit PTSP. Data IKM kemudian digunakan sebagai bahan evaluasi, penguatan kapasitas ASN, perbaikan sarana/prasarana, dan penyederhanaan prosedur layanan.
Lalu, apa yang harus dilakukan oleh Pemerintah?
- Penguatan kapasitas ASN: Pelatihan terus‐menerus khususnya dalam digitalisasi layanan, manajemen aduan, dan orientasi layanan publik. Kompetensi ASN menjadi pusat agar kontrol bukan hanya regulasi tapi eksekusi yang efektif.
- Penyederhanaan prosedur layanan: Unit PTSP harus terus mereformasi alur layanan, mengurangi birokrasi yang rumit, mempercepat waktu penyelesaian. Data IKM menunjukkan bahwa waktu penyelesaian masih menjadi kelemahan di beberapa unit.
- Pemanfaatan teknologi dan sistem monitoring: Integrasi sistem digital (dashboard layanan, e‑PTSP, e‑pengaduan) sehingga kontrol dapat dilakukan secara real‑time.
- Penguatan transparansi dan akuntabilitas: Publikasi hasil survei IKM secara terbuka, mekanisme pengaduan yang mudah dan responsif, serta umpan balik dari masyarakat menjadi bagian dari kontrol eksternal.
- Indikator kinerja yang komprehensif: Tidak hanya mengukur kepuasan global, tetapi juga aspek‐aspek operasional (waktu, biaya, sarana, pengaduan). Indikator ini harus dimasukkan ke dalam perjanjian kinerja ASN/unit (SPOK).
- Penganggaran berbasis kinerja (performance‑based budgeting): Anggaran unit PTSP harus terkait dengan pencapaian kinerja layanan dan IKM. Hal ini mendorong kontrol penggunaan sumber daya anggaran untuk layanan publik yang efektif.
- Evaluasi dan pembaruan regulasi secara berkala: Regulasi kontrol harus dinamis agar mampu menyesuaikan tantangan baru (digital divide, ekspektasi publik, pandemi, kerja hybrid ASN).
Ketika kita bertanya tentang kualitas ASN dan kontrol sumber daya dalam pelayanan publik, kita sebenarnya menanyakan: apakah sistem kita cukup tanggap, adil, dan efisien untuk menyajikan layanan publik yang layak bagi semua warga? Survei IKM menunjukkan bahwa banyak unit telah membuat kemajuan, tetapi masih ada ruang besar untuk perbaikan—terutama dalam aspek proses dan kapasitas sumber daya. Jika Indonesia ingin menjadikan pelayanan publik sebagai mesin inklusi dan keadilan, maka kontrol terhadap sumber daya manusia, teknologi, anggaran, dan proses harus dipandang sebagai prioritas tidak bisa ditunda lagi.
Jika ingin tahu lebih lengkap bagaimana manajemen yang harus dilakukan oleh sektor publik dalam optimalisasi sumber daya dan pelayanannya, baca materi lengkap di buku “Manajemen Sektor Publik” yang dipublikasikan oleh Penerbit CPDS, selengkapnya di https://ykpp.cpds.co.id/manajemen-organisasi-sektor-publik/
Penulis: Dhefara Hersaning Djati, S.AP. (Peneliti CPDS Indonesia)


