CPDS

ANALISIS KEBIJAKAN TATA KELOLA KOLABORATIF KONSERVASI KAWASAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

ANALISIS KEBIJAKAN TATA KELOLA KOLABORATIF KONSERVASI KAWASAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

(Studi Kawasan Penyangga Taman Nasional Bali Barat)

Author: Ulfa Binada, Gita Zulfie
(Peneliti CPDS Indonesia)

Implementasi kebijakan publik sering melibatkan tiga entitas utama, yaitu pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil (Steven E. Daniels and Walker, 2001). Antara sektor swasta, pemerintah dan masyarakat selalu membangun sebuah kontestasi birorkasi dalam berbagai pembangunan (Binada, 2023). Peran birokrasi dalam pelaksanaan kebijakan menjadi penentu keberhasilannya, sementara interaksi dengan aktor eksternal juga memengaruhi proses kebijakan tersebut (Taufik, 2017).

Dalam konteks pelaksanaan kebijakan, berbagai stakeholder dan aktor terlibat beserta interaksi antara mereka dibangun melalui lembaga-lembaga dengan kepentingan terkait (Ansell et al., 2020; Ansell & Gash, 2008). Governance jaringan (network governance) memeriksa bagaimana emosi dan tindakan aktor dipahami dan diatur serta bagaimana proses sosial dan kebijakan dapat mempengaruhi gagasan dasar (Emerson et al., 2012; Kirk Emerson and Tina Nabatchi, 2015). Implementasi kebijakan dalam konteks tata kelola pemerintahan terkait erat dengan interaksi (Budiman et al., 2019)dan perilaku stakeholder yang terlibat, yang dapat memiliki dampak yang diinginkan atau tidak diinginkan (Elston & Bel, 2022).

Dalam konteks lokal, kebijakan publik sering memerlukan kolaborasi antar berbagai pihak karena tidak dapat dilaksanakan secara mandiri oleh satu entitas. Desentralisasi memberikan kesempatan bagi pemerintah lokal untuk lebih mendekatkan diri pada kebutuhan masyarakat dan meningkatkan demokratisasi proses pemerintahan. Namun, desentralisasi juga membawa fragmentasi yang memungkinkan hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, serta antar daerah. Pentingnya hubungan antar daerah semakin menonjol, terutama dalam konteks keterbatasan sumber daya dan upaya meningkatkan efisiensi pelayanan publik (Teles, 2016). Berbagai bentuk kerjasama antar daerah telah dicatat, termasuk kontrak pelayanan antar pemerintah, kesepakatan bersama, dan transfer pelayanan antar pemerintah. Meskipun demikian, kendala seperti ego-sektoral (Teles, 2016) dan kompleksitas insentif fiskal sering menjadi hambatan dalam mewujudkan kerjasama yang efektif (Wright & Slukhai, 2021).